Helmy Yahya mengungkapkan persoalan yang dialaminya selama menjadi menjabat Dirut TVRI

29 January 2020 754 Viewed


Helmy Yahya mengungkapkan persoalan yang dialaminya selama menjadi menjabat Direktur Utama (Dirut) TVRI, termasuk membongkar kelakuan Dewan Pengawas (Dewas) TVRI. Saking peliknya, Helmy bersumpah menolak kembali menjabat Dirut TVRI.

"Saya tidak berpikir saya kembali juga pak, terus terang. Demi Allah, berat pak!" kata Helmy saat memberi klarifikasi terkait pemecatannya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR RI di Jakarta, Selasa (28/1).

Helmy mengatakan mau kembali menjabat Dirut, namun dengan syarat TVRI mengganti tata kelolanya.

"Kakak saya, Tantowi Yahya yang pernah juga menjadi salah satu pimpinan Komisi I dan dia terus terang melarang saya, ‘ngapain kamu urusin TVRI? Berat, sulit sekali’," ujar Helmy meniru ucapan Tantowi.

Namun, bujukan dari seseorang serta melaui diskusi dengan istrinya, Helmy pun berani melawan larangan abangnya dan meneruskan rencana untuk mengikuti seleksi.

"Alhamdulillah saya terpilih pada 29 November 2017 luar biasa kondisinya, betul kakak saya. Tiap hari diawasi, dikirimi surat. Istri saya saja sudah lima tahun tidak mengirim surat," ungkap Helmy disambut riuh tawa di ruang sidang.

Helmy mengatakan, Dewas TVRI sangat 'sayang' sekali dengan Dirut TVRI. Ia mengaku menerima 168 surat 'cinta' dari Dewan Pengawas TVRI pada tahun 2018 dan 157 surat dari awal tahun 2019 sampai pertengahan tahun 2019.

"Hampir dua hari sekali, Dewan Pengawas itu mengirimi saya surat 'cinta'," ungkap Helmy.

Selain itu, sambung Helmy, Dewan Pengawas juga pernah setiap minggu mengajak Direksi untuk rapat. "Itu Direksi saya ada di atas (balkon). Hampir separuh waktu kami habis untuk melayani Dewan Pengawas yang sayang sekali dengan TVRI," ungkap Helmy.

Helmy juga menyebut Dewas TVRI selalu mengecek setiap kali produksi program TVRI. "Tiap kali produksi dicek pak, ngapain?" kata Helmy.

Bahkan untuk keluar kota, Direksi harus meminta izin kepada Dewas TVRI secara tertulis. "Saya ke Bandung harus izin, tertulis. Untung rumah saya di Kebayoran Baru, kalau di Bekasi mungkin saya pulang-balik harus meminta izin," imbuh Helmy.

Ia kemudian menuturkan pengalamannya selama menangani TVRI, ternyata sangat mudah sekali jajaran Direksi diberhentikan oleh Dewas jika mencermati Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005.

"Kalau kita mencermati PP 13/2005, apa langkah gampangnya yang saya alami sendiri? Cukup Direksi itu, siapa pun dia, dikasih Surat Pemberitahuan Rencana Pemberhentian (SPRP)," ujar Helmy.

Kesalahan Direksi yang ingin diberhentikan tersebut bisa ditaruh apa saja yang dirasa salah oleh Dewas dengan komitmen boleh mengajukan pembelaan diri dalam waktu sebulan.

"Dalam kasus saya, pembelaan diri saya, 27 halaman dan lampirannya 1.200 halaman, pak. Enggak main-main, karena saya dibantu kantor pengacara Assegaf Hamzah and Partners (AHP). Saya enggak main-main karena itu menyangkut harga diri saya," ucapnya.

Dewas, lanjut dia, sebenarnya punya waktu dua bulan terhitung dari tanggal 17 Desember 2019 dari pertama kali ia mengajukan pembelaan diri.

"Sebenarnya mereka punya waktu dua bulan untuk menolak, menerima, atau membiarkan. Tapi enggak sampai sebulan tuh, saya dipanggil. Saya tidak tahu apakah pembelaan saya dibaca atau tidak," kata Helmy.
Ia menyebut pembelaannya ditolak tanpa tedeng aling-aling hingga karir Helmy sebagai Direktur Utama TVRI selesai.
​​​
"Tidak ada dengar pendapat (hearing), tidak ada permintaan klarifikasi," ungkap Helmy.

Bahkan Helmy mengaku, Dewas TVRI juga memblokir nomor Whatsapp-nya supaya Helmy tidak bisa menghubunginya.

"Saya tidak ingin ini terjadi lagi. Gampang sekali seorang Direksi TVRI dengan PP 13/2005 itu diberhentikan (oleh Dewan Pengawas TVRI)," tutup Helmy.

Sumber: https://www.alinea.id/nasional/helmy-yahya-bongkar-kelakuan-dewas-tvri-b1ZGE9rem

TAGS:

Connected with us

@cityradio959

Contact us

Phone+6261 6622 628 (Kantor)
+6261 6622 629 (Studio)
Mobile, Whatsapp, Line+62819 888 959
LocationJl. Pembangunan I No. 6
Krakatau, Medan - 20238