Ucapan MenkumHAM Yasonna Laoly yang membandingkan tingkat kriminalitas di Tanjung Priok dengan kawasan elite Menteng berbuntut panjang. Para warga Tanjung Priok yang tidak terima, langsung menggelar aksi demo di depan Gedung KemenkumHAM.
"Mengingat kesalahpahaman, serta akibat tidak mendengarkan pidato saya secara utuh, pidato ini kemudian dipelintir oleh orang-orang tertentu yang pemahamannya tidak benar dan jauh dari substansi yang dimaksud. Untuk itu, saya ingin meluruskannya," kata Yasonna dalam keterangannya, Rabu (22/1).
Yasonna menjelaskan, ungkapan tersebut ia lontarkan saat memberikan sambutan di Lapas Narkotika Cipinang bersama Kepala BNN, Kepala BNPT, dan perwakilan beberapa lembaga. Saat itu, ia bermaksud menjelaskan soal faktor criminogenic dari kemiskinan, sesuai dengan disertasinya saat menempuh gelar doktoral di bidang Kriminologi di AS.
"Tujuan saya menjelaskan agar masyarakat tidak mempunyai pandangan yang terlalu punitive terhadap para narapidana, sebab crime is a social product insteadof genetic product," jelasnya.
Dalam pidato tersebut, kata Yasonna, ada beberapa faktor terjadinya tindakan kriminal, mulai dari kemiskinan, pengangguran, disintegrasi sosial, hingga masalah ekonomi. Karena faktor-faktor itulah, menurutnya, daerah-daerah kumuh cenderung memiliki angka kriminalitas tinggi dibandingkan daerah elite.
Untuk memberikan penjelasan tersebut, ia lalu membandingkan dua daerah di Jakarta, yaitu Tanjung Priok dan Menteng. Saat itu, Yasonna menjadikan Tanjung Priok sebagai contoh daerah kumuh dan Menteng sebagai contoh daerah elite.
"Contoh daerah slums (kumuh) di Tanjung Priok dibanding daerah Menteng, lebih cenderung (probalitas) memiliki tingkat kejahatan lebih tinggi. Itu bukan karena faktor genetik atau biologis," ucapnya.
Dari contoh tersebut, Yasonna lalu menjelaskan jika perilaku kriminal bukan berasal dari genetik tetapi karena faktor lingkungan. Sehingga, untuk membasmi kejahatan, menurutnya, tidak cukup hanya dengan menjebloskan pelakunya ke penjara tetapi juga harus dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lingkungan sekitarnya.
"Dan ini tanggung jawab kita bersama. Karena crime is a social product, maka masyarakat juga turut bertanggung jawab secara sosial dan moral untuk membasmi akar masalahnya," tegas Yasonna.
Yasonna lalu menyayangkan isi pidatonya yang dipelintir seolah-olah seluruh masyarakat Tanjung Priok adalah penjahat. Padahal, ia bahkan sudah memberikan contoh ekstrim lainnya untuk menunjukkan perbedaan penyebab kejahatan antara faktor genetik dan sosial ekonomi.
"Saya contohkan, beri saya dua bayi, satu yang lahir dari Ibu PSK dan ayah bandit dari slumsarea, misalnya di Tanjung Priok, dan anak orang berkecukupan dengan ibu sangat terdidik dan ayah pengusaha, misalnya dari menteng," tuturnya.
Kedua bayi tersebut kemudian ditukar satu sama lain dan dididik hingga 20 tahun kemudian. Setelah itu, kata Yasonna, anak yang lahir dari keluarga di Menteng justru akan memiliki kecenderungan berbuat kriminal ketimbang anak yang lahir dari keluarga di Tanjung Priok.
"Karena, crime is determinedby socioeconomicfactorsratherthan genetic factors. Inilah inti penjelasan yang diplintir tersebut! Jadi itu bukan menunjukkan daerahnya, tapisocioeconomicconditions, dan sudah tentu tidak mengeneralisasi daerah Tanjung Priok,"tegas Yasonna.
"Memang apa yang saya sampaikan adalah penjelasan ilmiah ketimbang penjelasan politik, saya berharap ditanggapi secara ilmiah, bukan secara politik," imbuhnya.