Maluku Utara dan Sulawesi Utara kembali diguncang gempa berskala besar, Kamis (15/11) malam. Ini kali kedua di tahun 2019, dua wilayah tersebut merasakan getaran yang disertai potensi tsunami.
Gempa semalam berkekuatan 7,1 magnitudo. Pusatnya di laut, 137 km dari wilayah Jailolo, Maluku Utara. Kedalaman gempa sekitar 73 km.
BMKG sempat mengeluarkan peringatan tsunami untuk beberapa wilayah terdampak. Beberapa di antaranya yaitu Halmahera, Bitung, hingga Minahasa Utara.
Peringatan tsunami itu mulai disampaikan BMKG sekitar pukul 23.17 WIB. Mereka terus memantau alat pemantau tsunami.
Tsunami setinggi 6 cm mulai terdeteksi di Ternate sekitar pukul 23.43 WIB. Sementara di Bitung, tsunami setinggi 10 cm terdeteksi pada Jumat (15/11) sekitar pukul 00.08 WIB.
Sesaat setelah gempa 7,1 magnitudo, sempat terjadi sembilan kali gempa susulan. Salah satunya adalah gempa berkekuatan 5 magnitudo pada Jumat (15/11) sekitar pukul 00.55 WIB.
Baru pada pukul 01.45 WIB, BMKG mencabut peringatan tsunami di beberapa wilayah tersebut. Namun, gempa susulan belum berhenti.
Hingga pukul 01.53 WIB, BMKG kemudian mencatat ada 28 kali gempa susulan di Maluku Utara. Dari sejumlah gempa susulan itu, guncangan terendah berkekuatan 3,2 magnitudo. Sedangkan yang terkuat adalah 5,9 magnitud0.
Jumat pagi, gempa masih beberapa kali dirasakan warga Maluku Utara. Secara berturut-turut, gempa yang berpusat di Halmahera Barat terjadi pada pukul 05.15 WIB, 07.36 WIB, dan 08.17 WIB.
Yang terbesar, kekuatannya 5,9 magnitudo. Tidak ada peringatan tsunami dari BMKG yang mengikuti gempa-gempa tersebut.
"BMKG menyampaikan bahwa baru saja terjadi gempa bumi pada hari Kamis, 14 November 2019 pukul 23.17 WIB di wilayah Maluku Utara dan juga Sulawesi Utara, jadi di perbatasan. Gempa mengguncang merupakan gempa tektonik," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Kantor BMKG, Jakarta, Jumat (15/11).
Gempa tektonik adalah gempa yang disebabkan oleh pergerakan lempengan pelat tektonik. Dengan memperhatikan lokasi epicentrum dan kedalaman pusat gempa, menurut Dwikorita, gempa ini ada bisa digolongkan sebagai gempa dengan kedalaman hiposenter menengah.
"Ini terjadi akibat adanya deformasi atau penyesaran dalam lempeng laut Maluku. Hasil analisis mekanisme gempa bumi menunjukkan bahwa gempa itu terjadi dengan mekanisme pergerakan naik atau patahan naik," pungkas Dwikorita.
Hingga berita ini dirilis, belum ada informasi terkait kerusakan dan korban jiwa akibat gempa dan tsunami ini.
Gempa serupa di bulan Juli 2019
Pada 7 Juli 2019, gempa 7,1 magnitudo juga mengguncang wilayah Maluku Utara. Gempa ini juga berpotensi tsunami.
Pusat gempa berada di 133 kilometer barat daya dari Ternate, Maluku Utara. Pusat gempa berada di kedalaman 36 kilometer dari permukaan air laut.
Peringatan tsunami dikeluarkan BMKG pada pukul 22.08 WIB atau 00.08 WIT. Sejumlah wilayah di Maluku Utara seperti Ternate hingga Halmahera dan Bitung Sulawesi Utara dilanda tsunami setinggi o,5 m.
Kepanikan pun terjadi di berbagai wilayah kala itu. Salah satunya di RS Siloam Manado.
Warga yang dirawat di RS Siloam langsung berhamburan keluar ruangan rumah sakit ketika gempa mengguncang. Warga yang saat gempa sedang beristirahat, panik dan langsung keluar kamar.
Warga Halmahera dan Ternate pun sempat mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Mewanti-wanti tsunami.
Lebih dari 2.000 bangunan di beberapa wilayah Maluku Utara seperti Halmahera rusak akibat gempa kuat ini.
“Kerusakan yang terdata sebanyak 2.862 unit bangunan, baik rumah warga maupun fasilitas umum, karena saat ini tim masih berada di lapangan untuk melakukan pendataan lebih detail,” jelas Ketua Tim Tanggap Darurat Halmahera Selatan, Helmi Surya Botutihe, Kamis (25/7).
Gempa saat itu juga menelan 12 korban jiwa. Ratusan orang lainnya juga dilaporkan luka-luka.
Penjelasan BMKG soal Sesar di Halmahera
Mungkin di antara kamu ada yang bertanya, apa yang menyebabkan Halmahera dan sekitarnya diguncang gempa kuat dua kali dalam setahun?
Kepala Bidang Mitigasi Gempa bumi dan Tsunami BMKG Daryono menjelaskan, secara tektonik, wilayah Halmahera Selatan termasuk kawasan seismik aktif dan kompleks.
Aktif artinya kawasan Halmahera Selatan memang sering terjadi gempa yang tercermin dari peta seismisitas regional, dengan klaster aktivitas gempanya cukup padat.
Disebut kompleks karena di zona ini terdapat 4 zona seismogenik sumber gempa utama, yaitu Halmahera Thrust, Sesar Sorong-Sula, Sesar Sorong-Maluku, dan Sesar Sorong-Bacan.
Adapun ketiga sistem sesar: Sesar Sorong-Sula, Sesar Sorong-Maluku, dan Sesar Sorong-Bacan merupakan percabangan atau splay dari Sesar Sorong yang melintas dari timur, membelah bagian atas kepala burung di Papua Barat.
"Di Pulau Batanta, ke arah barat Sesar Sorong mengalami percabangan. Pada percabangan yang paling utara yaitu Sesar Sorong-Bacan inilah, selama ini menyimpan akumulasi medan tegangan kulit bumi," ungkap Daryono.
Daryono pun membeberkan sejarah gempa di Maluku Utara:
1. Gempa Pulau Raja 7 Oktober 1923 (M=7,4) dampak VIII MMI
2. Gempa Bacan 16 April 1963 (M=7,1) skala intensitas VIII MMI
3. Gempa Pulau Damar 21 Januari 1985 (M-6,9) dampak VIII MMI
4. Gempa Obi 8 Oktober 1994 (M=6,8) dampak VI-VII MMI
5. Gempa Obi 13 Februari 1995 (M=6,7) dampak VIII MMI
6. Gempa Labuha 20 Februari 2007 (M=6,7) dampak VII MMI