Neutron Live Asia sebagai promotor konser mengaku kapok menghelat pagelaran musik kelas dunia di luar Jakarta. Penyebabnya adalah mereka merugi Rp5 miliar saat menggelar konser di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan. "Saya rasa promotor-promotor beberapa hari ini bicara semuanya. Menyimpulkan memang kota ini [Palembang] belum siap. Mungkin butuh 10 tahun lagi Palembang sudah berubah, baru ada investor yang baru lagi membawa konser musik seperti ini," ujar Presiden Direktur Neutron Live Asia Rendy, Jumat (23/8). Rendy mengatakan telah menghabiskan dana sebesar Rp6 miliar hanya untuk mendatangkan grup vokal asal Irlandia tersebut. Jumlah dana tersebut belum termasuk biaya operasional lain yang juga tidak sedikit. "Itu Rp6 miliar cuma untuk Westlifenya. Belum sewa stadion, perizinan, hotel, sewa jet pribadi dan Mercedes S Class yang digunakan Westlife di Palembang. Sound, lighting, LED, banyak yang sudah kita keluarkan tapi kita rugi Rp5 miliar," ujar Rendy, Jumat (23/8).
Rendy berujar, pihaknya rugi besar karena beberapa alasan. Pertama, dari 20 ribu tiket yang disediakan hanya sekitar 7 ribu yang terjual.Kemudian banyaknya penonton yang bisa masuk ke venue tanpa membeli tiket karena ulah oknum-oknum yang 'menyelundupkan' para penonton tersebut tanpa persetujuan promotor. "Rugi Rp5 miliar itu belum dihitung yang kebobolannya. Bisa lebih, belum dihitung totalnya. Kalau ditanya ada enggak oknum? Banyak. Masyarakat masuk dengan menyogok petugas keamanan, nonton tanpa beli tiket banyak. Banyak pintu tikus untuk masuk ke dalam stadion sama pegawai Jakabaring Sport City (JSC), petugas keamanan, oknum aparat juga," kata dia. Dirinya mengaku kapok menggelar konser di Palembang karena mentalitas para pihak yang terlibat serta masyarakat yang belum menghargai kerja keras promotor memboyong musisi kelas dunia dengan tidak membeli tiket. Niat baik pihaknya menyuguhkan acara musik berkualitas internasional ke Palembang agar masyarakat Sumatera tidak perlu jauh ke Jakarta menyaksikannya.
Rendy menilai, mentalitas tersebut menunjukkan bahwa Kota Palembang, Sumatera Selatan belum siap menggelar event besar seperti konser Westlife tersebut. "Masih kurang dukungan dari pemerintah daerah dan pihak lainnya. Event sebesar ini lebih baik kita bawa ke kota lain. Lebih untung di Jakarta, di sana [konser Westlife] 2 jam sudah sold out. Hari kedua, sold out lagi cuma waktu 15 menit," tambah Rendy. Konser Westlife tersebut, ujar dia, harus menjadi pembelajaran bagi seluruh pihak. Baik masyarakat sebagai penonton, pejabat, aparat, dan pihak terkait lain agar bisa menghargai setiap karya konser. Apabila hal tersebut terjadi pada konser di lain waktu, dirinya menilai Palembang tidak akan pernah siap menggelar konser internasional. "Tiket adalah sumber mata pencaharian kita satu-satunya, selain sponsor ya. Kalau sponsor enggak dapat, kan cuma satu-satunya dari ticketing. Kalau tiket ini-itu, berarti berkurang lagi penghasilan kita," ungkap Rendy.
Dirinya pun membantah informasi viral mengenai permintaan 500 tiket VVIP gratis yang diminta oleh pejabat di Sumsel, meski membenarkan ada oknum yang ikut andil merugikan pihaknya. Dirinya berujar, pihaknya menerapkan potongan harga 20 persen untuk pembeli tiket yang merupakan aparatur sipil negara (ASN).
Meskipun jumlah pembeli dari kalangan ASN pun tidak signifikan. Pihaknya pun memberikan undangan kepada pejabat-pejabat tinggi di Palembang dan Sumsel.
"Undangannya sedikit, enggak sampai 50 tiket. Itu inisiatif kita juga ya karena kan kalau orang Jawa bilangnya kulo nuwun. Kita permisi lah dengan Pak Gubernur dan minta support. Kita kecewa dengan banyaknya oknum, masyarakat yang menyogok oknum supaya masuk enggak pakai tiket juga," ujar dia. (i
Sumber : CNN Indonesia