Rencana Kementerian Sosial untuk menonaktifkan 5.227.852 jiwa Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan per 1 Agustus 2019 dikomentari oleh Ketua Yayasan Lembaga konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi. Selain menilai langkah tersebut masih kurang sosialisasi, ia juga mengusulkan agar PBI jaminan kesehatan yang mengonsumsi rokok tak perlu lagi didaftarkan menjadi peserta.
"Saya ingin lihat kalau faktor ekonomi yang diterapkan ini tepat atau ekstrem. Kemensos harus berani mengkaji, rumah tangga satu orang perokok, itu PBI dinonaktifkan saja," ucap Tulus saat ditemui di kantor BPJS Kesehatan, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu, 31 Juli 2019.
Menurutnya, hal itu karena uang yang dikeluarkan untuk mengonsumsi rokok sendiri cukup besar. Artinya, lanjut Tulus, harusnya mereka yang merokok cukup mampu untuk membiayai kesehatannya sendiri. Di sisi lain, mereka yang merokok, menurut Tulus juga sama saja dengan menyakiti diri sendiri.
“Menurut data BPJS, setiap tahun, rumah tangga miskin itu pendapatan habis untuk merokok. Mereka pertama alokasi beras, pendapatan kedua untuk rokok 12,4 persen, maka memicu kemiskinan mereka. Cara ekstrem Kemensos berani menonaktifkan PBI yang merokok," kata dia.
Dalam hitungan kasarnya, Tulus mengatakan, jika seorang merokok satu hingga dua bungkus satu hari, maka biaya yang dihabiskan untuk rokok sekitar Rp1,2 juta per bulan. Jumlah itu menurutnya, seharusnya bisa digunakan untuk biaya kesehatan jika orang tersebut tidak merokok.
"Maka Kemensos harus berani, biar tepat sasaran juga. Dia merokok tapi menyakiti dirinya sendiri tapi mereka dapat PBI," kata Tulus.
Menanggapi hal ini, Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas mengaku sepakat dan mendukung pernyataan yang diungkapkan oleh Tulus. Ditemui di kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Sosial Febri Hendri Antoni Arif mengatakan bahwa pihaknya akan mempertimbangkan usulan dari Tulus.
Sumber : VIVA.CO.ID