Isak tangis puluhan anggota pengibar bendera (Paskibra) mewarnai peringatan upacara Hari Ulang Tahun (HUT) Proklamasi Kemerdekaan ke-74 RI di lapangan upacara Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, Sabtu (17/8/2019).
Sebanyak 28 anggota Paskibra tingkat kecamatan yang ditugaskan untuk mengibarkan bendera merah putih saat berlangsungnya upacara tak mampu menahan tangis hingga membuat para peserta dan undangan yang hadir ikut menangis.
Puluhan anggota Paskibra ini menangis saat menjalankan tugasnya itu lantaran mereka tidak diberikan seragam Paskibra oleh panitia kecamatan.
Saat itu, mereka hanya menggunakan seragam sekolah saat menjalankan tugas mulia itu.
Meski kecewa, namun mereka tetap menjalankan tugas dengan baik hingga upacara selesai.
Sementara seorang anggota Paskibra di Kecamatan Amalatu mengaku, pihaknya sangat merasa kecewa dengan pelayanan yang diberikan pihak kecamatan.
Padahal, dalam sesi latihan sudah dijanjikan untuk difasilitasi.
"Kami semua merasa sangat sedih dan menangis saat menjalankan tugas karena kami melakukannya hanya dengan baju seragam SMA,” kata salah seorang anggota Paskibra yang enggan namanya dipublikasi kepada Kompas.com saat dihubungi dari Ambon, Minggu (18/8/2019).
Siswa tersebut mengungkapkan, saat latihan, dia dan teman-temannya telah dijanjikan oleh panitia kecamatan akan diberikan seragam Paskibra, namun hingga tanggal 16 Agustus 2019 belum juga ada kepastian.
Alhasil, saat upacara HUT kemerdekaan berlangsung mereka terpaksa hanya menggunakan seragam sekolah.
“Karena waktu sudah sangat mepet, kami langsung mengambil inisiatif untuk menggunakan seragam sekolah. Sejujurnya, kami sangat kecewa, tapi demi negara kami tetap menjalankan tugas yang mulia itu,”ujarnya.
Siswa tersebut mengatakan, setiap siswa tentu memiliki impian dan cita-cita untuk tampil sebagai seorang anggota Paskibra saat HUT kemerdekaan RI.
Sebab, bagi dia tugas menjadi anggota Paskibra bukan hanya soal kebanggan keluarga dan sekolah tapi juga upaya pembuktian kecintaan terhadap negara.
“Kami hanya malu dengan kecamatan lain, mereka menggunakan seragam paskibra, dan kami hanya menggunakan seragam sekolah,” ujarnya.
Kecam camat
Kostum anggota Paskibra yang hanya mengenakan seragam SMA saat upacara HUT Kemerdekaan RI di kecamatan itu pun menuai kecaman.
Salah satu tokoh masyarakat Kecamatan Amalatu Hery Patty (62) mengatakan, tampilnya anggota Paskibra saat upacara kemerdekaan tanpa mengenakan seragam seperti lazimnya merupakan sebuah kegagalan camat setempat.
"Untuk skala kecamatan, sangat tidak mungkin kalau fasilitas kepada Paskibra tidak ada. Sangat miris sekali kita melihat 28 Paskibra berpakaian seragam SMA sambil menangis saat menjalankan tugasnya,” ucap Hery saat dihubungi secara terpisah dari Ambon, Minggu.
Dia mengatakan, kegiatan HUT Kemerdekaan RI untuk tingkat kecamatan tentu telah disiapkan anggarannya dari pemerintah kabupaten.
Sehingga, sangat disayangkan jika anggaran tersebut tidak digunakan untuk menyukseskan kegiatan itu.
Dia pun mempertanyakan kinerja camat setempat yang tidak mampu mempersiapkan seragam Paskibra saat pelaksanaan HUT kemerdekaan di kecamatan tersebut.
Dia meminta Bupati Seram Bagian Barat mengevaluasi camat setempat.
"Memang benar substansi dari pengibaran bendera itu bukan ada di pakaiannya anggota Paskibra. Tapi, bukan berarti tidak ada fasilitas yang diberikan kepada anak-anak yang menjalankan tugas pengibaran bendera kan.
Warga lainnya, Ebhil Pattimura mengaku sangat merasa kecewa dengan kinerja Camat Amalatu dan juga panitia kecamatan lantaran tidak memberikan fasilitas berupa seragam kepada anggota Paskibra saat menjalankan tugasnya itu.
"Ini soal tanggung jawab pimpinan. Kami merasa kecewa. Harusnya camat selaku pimpinan wilayah tertinggi di kecamatan, sudah seharusnya mempersiapkan dari jauh-jauh hari serta berpikir bagimana cara mengatasi persoalan perlekapan Paskibra," Jelasnya.
Menurut Ebil, bukan baru kali ini saja anggota Paskibra di kecamatan itu menggunakan seragam sekolah saat HUT Kemerdekaan RI.
Kondisi tersebut telah terjadi sejak tahun 2011 lalu. Mirisnya lagi, kata dia, anggota Paskibra selalu dibebankan untuk mencari seragam sendiri.
"Padahal kalau mau dilihat, ini mewakili kecamatan, bukan mewakili desa atau sekolah. Tapi camat tidak pernah merasa tanggung jawab terkait persoalan ini,”ujarnya.
Tidak punya anggaran
Terkait masalah itu, Camat Amalatu Adaweya Wakano yang dikonfirmasi Kompas.commembenarkan jika anggota Paskibra yang menjalankan tugas pengibaran bendera merah putih saat HUT kemerdekaan ke-74 RI di kecamatan itu hanya mengenakan seragam sekolah.
Dia mengaku, kondisi tersebut terjadi lantaran kecamatan tidak memiliki anggaran untuk memfasilitasi dan membiayai pengadaan seragam bagi anggota Paskibra.
Selama ini, anggaran Paskibra didapat melalui sumbangan sekolah dan para guru serta pemerintah desa.
“Saya sudah sampaikan ke kepala sekolah bahwa selama ini kita tidak punya anggaran soal ini, jadi saya bilang mereka (Paskibra) cari pakaian nanti saya tanggung apa yang kurang seperti garuda, sarung tangan, dan perlengkapan lain. Itu saya siapkan,” ujarnya.
Dia mengaku, beberapa hari menjalang upacara, seksi usaha dana yang berasal dari SMA negeri setempat mendatanginya dan meminta agar panitia tingkat kecamatan yang membantu menyediakan seragam Paskibra.
Namun, karena waktunya yang sudah semakin mepet, dia kemudian meminta panitia agar dapat berbicara dengan seksi usaha dana dari pihak sekolah untuk mencari jalan alternatif.
Salah satunya, menyewa seragam Paskibra untuk digunakan saat upacara berlangsung.
“Saya katakan kepada panitia karena ini sudah tinggal dua minggu lagi, kalian pergi bicara dengan guru-guru agar menyewa seragam nanti panitia kecamatan yang bayar. Sudah clear, tapi empat hari menjelang upacara sekolah meminta panitia harus mencari seragam,”ungkapnya.
Menurut Wakano, karena terjadi tarik ulur, dia kemudian berbicara dengan pelatih Paskibra dan saat itu disepakati 8 anggota Paskibra akan menggunakan seragam Paskibra sementara lainnya menggunakan seragam sekolah.
“Saat sudah sepakat, giliran guru-guru SMA yang menolak. Jadi mereka ini menyangka bahwa setiap tahun saya ini dapat uang HUT 17 agustus dari kabupaten,”katanya.
Wakano menegaskan, sangat keliru jika ada pihak yang menuding dirinya telah menerima anggaran upacara kemerdekaan dari pemerintah kabupaten.
Menurutnya, ada wacana yang berkembang kalau jumlah anggaran yang disediakan dari kabupaten untuk upacara HUT kemerdekaan di kecamatan tersebut senilai Rp \17 juta.
“Ada informasi yang beredar bahwa setiap tahun saya itu dapat dana Rp 17 juta untuk acara ini, saya sudah laporkan itu ke Kesbangpol Seram Bagian Barat, nanti Senin besok ada guru yang dipanggil untuk menjelaskan dari mana informasi itu didapat. Jadi saya tidak mau salahkan siapa-siapa tapi kita harus clear kan masalah ini,”ungkapnya.
Sumber : Kompas.com