Di era keterbukaan informasi dan kebebasan seperti sekarang, perdebatan dari topik apa saja bisa muncul. Salah satunya, tentang pilihan antara menjadi wanita karier atau menjadi ibu rumah tangga. Seperti halnya perdebatan antara mana yang duluan, ayam atau telur, pilihan hidup seorang wanita juga tak pernah habis dibahas. Ada yang bilang wanita karer itu hebat, karena punya pencapaian yang bisa dibanggakan. Di sisi lain, ada pula yang mengatakan ibu rumah tangga lebih hebat, pencapaiannya adalah keluarga yang bahagia. Benarkah? Mana yang lebih hebat sebenarnya? Mari kita bedah satu per satu.
Pilihan pertama, menjadi wanita karir. Wanita yang memilih untuk mengejar karir sampai puncak kesuksesan tertentu, misalnya menjadi CEO, memiliki rencana jangka pendek dan jangka panjang. Sejak kuliah, mereka merencanakan karir. Lulus, daftar ke perusahaan X. Mulai dari nol, sampai naik ke jenjang jabatan tertentu.
Demi mengejar posisi-posisi yang diinginkan, mereka belajar, bekerja, fokus terhadap impiannya, kadang lupa untuk mencari pasangan, berujung pada ‘telat nikah’. That’s the bitter truth. Kita hidup di Indonesia, di mana masyarakatnya masih berpikir sehebat apapun seorang wanita, belum sempurna jika belum memiliki pasangan hidup dan anak. Singkatnya, wanita yang belum menikah pada usia tertentu dianggap gagal, atau lebih parahnya lagi, kasihan.
Apakah wanita karir patut dikasihani? Tentu saja tidak. Untuk mencapai posisinya sekarang, kita harus bisa melihat apa saja yang telah dikorbankannya. Mungkin waktu untuk nongkrong, mungkin waktu untuk bertemu dengan keluarga di kampung halaman, dan lain-lain yang tak pernah juga ia keluhkan sehingga orang lain hanya bisa mendengar cerita kesuksesannya.
Sudah sukses begitu kenapa masih diperdebatkan status lajangnya? Toh kita semua menerima bahwa manusia tidak ada yang sempurna. Hargai prestasinya, hormati pilihannya.
Pilihan kedua, menjadi ibu rumah tangga. Dalam artian yang tidak bekerja setelah menikah. Lagi, kita hidup di Indonesia. Akan selalu ada orang yang mengatakan, ‘Bosen banget nggak sih jadi ibu rumah tangga doang? Tiap hari kerjaannya masak, nyuci, nyetrika, ngurus anak, nonton TV.’ Lah, kalau memang itu pilihannya dan dia melakukan tugas-tugas itu dengan senang hati, ya sudah selesai perkara.
Ibu rumah tangga itu pekerjaannya rasanya tidak pernah habis, bahkan ketika ia berbagi tugas dengan suami. Rasanya adaaa aja yang belum beres. Menjadi ibu rumah tangga juga sulit, lho. Harus membagi waktu untuk melakukan semua kegiatan dengan baik, mengatur keuangan rumah tangga, menjaga emosi di rumah karena katanya jika mood seorang ibu sedang buruk, itu bisa menular ke seluruh anggota keluarga.
'. Jadi mana yang lebih hebat? Tidak ada. Semuanya wanita hebat. Asalkan bertanggung jawab pada pilihannya masing-masing. Tak perlu bersaing dan berdebat lebih baik mana. Semua itu hanya masalah pilihan dan tanggung jawab. Lagipula sekarang banyak juga perempuan yang bisa menjalani kedua peran tersebut bersamaan. Ada yang dengan seharian ngantor lalu pulang menjadi ibu rumah tangga, ada yang ibu rumah tangga tapi bekerja dari rumah.
Sumber : Di era keterbukaan informasi dan kebebasan seperti sekarang, perdebatan dari topik apa saja bisa muncul. Salah satunya, tentang pilihan antara menjadi wanita karier atau menjadi ibu rumah tangga. Seperti halnya perdebatan antara mana yang duluan, ayam atau telur, pilihan hidup seorang wanita juga tak pernah habis dibahas. Ada yang bilang wanita karer itu hebat, karena punya pencapaian yang bisa dibanggakan. Di sisi lain, ada pula yang mengatakan ibu rumah tangga lebih hebat, pencapaiannya adalah keluarga yang bahagia. Benarkah? Mana yang lebih hebat sebenarnya? Mari kita bedah satu per satu.
Pilihan pertama, menjadi wanita karir. Wanita yang memilih untuk mengejar karir sampai puncak kesuksesan tertentu, misalnya menjadi CEO, memiliki rencana jangka pendek dan jangka panjang. Sejak kuliah, mereka merencanakan karir. Lulus, daftar ke perusahaan X. Mulai dari nol, sampai naik ke jenjang jabatan tertentu.
Demi mengejar posisi-posisi yang diinginkan, mereka belajar, bekerja, fokus terhadap impiannya, kadang lupa untuk mencari pasangan, berujung pada ‘telat nikah’. That’s the bitter truth. Kita hidup di Indonesia, di mana masyarakatnya masih berpikir sehebat apapun seorang wanita, belum sempurna jika belum memiliki pasangan hidup dan anak. Singkatnya, wanita yang belum menikah pada usia tertentu dianggap gagal, atau lebih parahnya lagi, kasihan.
Apakah wanita karir patut dikasihani? Tentu saja tidak. Untuk mencapai posisinya sekarang, kita harus bisa melihat apa saja yang telah dikorbankannya. Mungkin waktu untuk nongkrong, mungkin waktu untuk bertemu dengan keluarga di kampung halaman, dan lain-lain yang tak pernah juga ia keluhkan sehingga orang lain hanya bisa mendengar cerita kesuksesannya.
Sudah sukses begitu kenapa masih diperdebatkan status lajangnya? Toh kita semua menerima bahwa manusia tidak ada yang sempurna. Hargai prestasinya, hormati pilihannya.
Pilihan kedua, menjadi ibu rumah tangga. Dalam artian yang tidak bekerja setelah menikah. Lagi, kita hidup di Indonesia. Akan selalu ada orang yang mengatakan, ‘Bosen banget nggak sih jadi ibu rumah tangga doang? Tiap hari kerjaannya masak, nyuci, nyetrika, ngurus anak, nonton TV.’ Lah, kalau memang itu pilihannya dan dia melakukan tugas-tugas itu dengan senang hati, ya sudah selesai perkara.
Ibu rumah tangga itu pekerjaannya rasanya tidak pernah habis, bahkan ketika ia berbagi tugas dengan suami. Rasanya adaaa aja yang belum beres. Menjadi ibu rumah tangga juga sulit, lho. Harus membagi waktu untuk melakukan semua kegiatan dengan baik, mengatur keuangan rumah tangga, menjaga emosi di rumah karena katanya jika mood seorang ibu sedang buruk, itu bisa menular ke seluruh anggota keluarga.
'. Jadi mana yang lebih hebat? Tidak ada. Semuanya wanita hebat. Asalkan bertanggung jawab pada pilihannya masing-masing. Tak perlu bersaing dan berdebat lebih baik mana. Semua itu hanya masalah pilihan dan tanggung jawab. Lagipula sekarang banyak juga perempuan yang bisa menjalani kedua peran tersebut bersamaan. Ada yang dengan seharian ngantor lalu pulang menjadi ibu rumah tangga, ada yang ibu rumah tangga tapi bekerja dari rumah.